Rabu, 22 Juni 2011

Perspektif Sumber Daya Ekonomi Islam

Mari mulai bicara dari sebuah realita kekinian. Kondisi masyarakat dunia yang mengalami distorsi pemahaman akan sebuah kebenaran menjadi sebuah dilema terbesar dalam perkembangan sistem yang ditawarkan Islam.
Di negara kita sendiri khususnya walaupun diketahui sebagai muslim terbesar seakan hanya sebuah fakta biasa yang tak memberikan kontribusi apa-apa. Padahal, ini adalah potensi besar sebuah perbaikan bagi peradaban jika muslim benar-benar selalu berproses menjadi seorang pembelajar. Memahami banyak masalah dalam perspektif solutif, menarik hikmah, tidak sekedar meneguk pil pahit atau malah cuma berdiplomasi tanpa ada langkah.
Inilah esensi sejati dari keberadaan insan sebagai khalifah di bumi. Amanah ini bukanlah hal yang ringan, tapi Allah telah menetapkan sebaik-baiknya amanah kepada insan.
Pengertian dari sumber daya insan, yang penulis sadur dari Wikipedia tentang sumber daya manusia, adalah potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan.
Potensi sumber daya insan di Indonesia sebenarnya sudah cukup untuk menjadi sebuah pasar besar dalam mencetak kesejahteraan jika dilihat dari kuantitas insannya. Untuk menyamakan persepsi di awal, kesejahteraan yang kita bahas kali ini adalah kesejahteraan yang menjaga kaidah unsur maslahah yang memenuhi keseimbangan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan Asy Syatibi tentang maslahah, bahwa semuanya akan bermuara pada sebuah perbaikan peradaban ketika kelimanya tercapai pada tiap individu.
Ekonomi islam hadir ditengah masyarakat yang merindukan kesejahteraan, tidak lantas dengan mudah diterima masyarakat, sekalipun muslim. Di awal pertumbuhannya di tanah air dengan berdirinya Bank Muamalat yang meniadakan unsur riba dalam praktik perbankan, tidak dengan serta merta membuat muslim langsung beralih ke bank syariah. Bahkan hingga sekarang setelah 20 tahun Bank Muamalat berdiri dan telah tumbuh bank syariah lainnya, serta lembaga keuangan syariah lainnya. Muslim masih belum memahami esensi perbankan syariah.
Melihat kondisi ini, maka penulis mengklasifikasikan ada 3 perspektif ketika kita bicara mengenai sumber daya insani ekonomi Islam:
1. Ekonom Muslim
Secara umum ketika setiap muslim punya kewajiban untuk memenuhi kebutuhannya hingga tercapainya kesejahteraan, maka sumber daya insan pertama adalah semua potensi umat muslim di Indonesia. Semua umat muslim adalah ekonom, yang akan kita sebut kemudian sebagai ekonom muslim.
Ekonom muslim seharusnya punya kesadaran tinggi untuk meninggalkan riba yang telah mutlak diharamkan dalam Al Baqarah ayat 275. Tapi ternyata pandangan mereka berbeda, ekonom muslim merasa banyak hal yang tidak bisa mereka terima, perbankan syariah tidak ada bedanya dengan perbankan konvensional. Bunga ya bunga. Riba ya riba. Banyak sekali suara dari ekonom muslim ini yang merasa kondisi ekonomi sosial tidak bisa lantas dengan mudah menjadi baik, ketika mereka berkonversi ke perbankan syariah.
Ditambah lagi dengan fakta yang penulis ambil dari zonaekis.com terkait kondisi di bank syariah sendiri. Direktur BNI Syariah, Imam Teguh Saptono, menyampaikan “Umumnya pemimpin di perbankan syariah berasal dari perbankan konvensional, jadi memang harus ada balancing, di mana aspek fiqih dan syariah diperkuat.” Menguatkan bahwa kesannya bank syariah sekarang masih tidak jauh berbeda dari bank konvensional karena sumber dayanya pun orang yang sama.
Masalah pada perspektif pertama dari para ekonom muslim adalah masih adanya dikotomi antara ekonomi dan Islam, atau tidak adanya sensitifitas dari masyarakat dalam memahami ekonomi islam, kondisi ini membuat ayat langit tidak bisa membumi, dan penyebabnya jelas karena kurangnya pemahaman muslim dan pemahaman mereka tentang ekonomi yang telah mengakar sejak kecil adalah konsep ekonomi yang konvensional. Baik secara ilmu maupun hingga tataran tekhnis.
Sehingga, bisa kita lihat ternyata potensi yang ada pada sumber daya insan ini tidak sesinergis yang dibayangkan, disebabkan karena ketidakmampuan insannya untuk berintegrasi dalam tatanan sosial menuju kesejahteraan dengan sistem islam. Singkatnya, Ekonomi Islam sebagai sistem belum membumi dikalangan ekonom muslim.
Padahal perekonomian yang bobrok saat ini telah menjadi cermin bahwa sistem perbankan ribawi menjadi pemicu utama krisis ekonomi. Hutang negara-negara berkembang pada tahun 1982 mencapai 715 milyar dolar dan beban bunga yang harus dibayarkan sebesar 66 milyar dolar (World Bank, 1984). Beban bunga, istrumen perbankan ribawi yang sangat memberatkan dan mengganggu perekonomian, karena menimbulkan bubble economic.
Kondisi ini mengalami puncaknya ketika pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi cukup parah yang melanda beberapa negara termasuk Indonesia. Kemudian disisi lain, satu fakta yang menjadi pembuktian nyata bahwa bank tanpa riba bisa menghindarkan penyakit gila seperti yang disebutkan dalam AlBaqarah ayat 275, ketika krisis 2008, Bank Muamalat sebagai lokomotif perbankan tanpa riba selamat dari negatif spread yang dialami bank riba tersebut sebagai dampak dari krisis karena bunga dari kredit macet.
Setelah kita melihat secara keseluruhan umat muslim yang seharusnya aware terhadap riba ternyata belum bisa diharapkan. Maka kita akan beranjak ke perspektif selanjutnya.
2. Praktisi Ekonomi
Perspektif selanjutnya yaitu para ekonom muslim yang bersentuhan langsung dengan kebijakan dan praktek pada tiap sistem ekonomi yang berkembang dalam negara ini, kita sebut mereka praktisi. Ekonom muslim yang berada pada tataran praktisi, meliputi semua pekerja yang berada pada sistem lembaga keuangan syariah baik bank maupun non bank, Dewan Pengawas Syariah (DPS), pemerintah, dan pihak stakeholder terkait.
Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar SDM bank syariah, terutama pada level menengah dan atas, adalah jebolan bank konvensional dengan berbagai motif. Diperkirakan 70 persen karyawan bank syariah saat ini berasal dari bank konvensional dan latar pendidikan non syariah. Maka sebagai umat muslim, wajar jika ada keraguan akan kepastian tanpa riba karena pelaku dalam praktek perbankan sendiri adalah orang-orang yang konvensional, sehingga perbankan syariah terkesan sebagai bank konvensional yang disyariahkan.
Menurut Agustianto, sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam, di dalam blog pribadinya, ada beberapa kualifikasi dan standar dari SDM Ekonomi Islam yang semuanya mengacu pada tuntutan untuk memahami kaidah dasar dalam penetapan kebijakan.
Disinilah kemudian ada sedikit distorsi, ketika setiap pakar yang sudah ahli secara teori maupun praktek ternyata masih memiliki perbedaan pendapat sehingga masyarakat yang mengacu pada para praktisi ini terkadang mengalami missed communication. Tapi, terlepas dari adanya perbedaan pendapat ini, Ekonomi Islam tetap terus berkembang hingga saat ini. Sebuah kewajaran sebenarnya ketika tiap pemikiran punya latar belakang yang berbeda, tapi sejauh tujuannya hanyalah satu, yaitu membumikan ekonomi syariah, maka semuanya akan seiring dan sejalan.
Selain itu pula, produk-produk perbankan yang menjadi daya jual ke masyarakat yang tidak sensitif terhadap urgensi riba untuk saat ini bisa dibilang belum inovatif. Karena masih banyak produk yang kesannya copy paste dari produk konvensional. Malah akad-akad muamalah yang ada juga terasa memberatkan bagi nasabah. Ini adalah kelemahan utama dari sumber daya insan yang ada dalam tataran praktisi. Penyajian produk perbankan yang kurang praktis dan kurang cantik dari kemasan.
Direktur Utama BNI Syariah, Rizqullah, mengatakan saat ini masyarakat lebih kritis terhadap perbankan syariah dengan menuntut layanan lebih baik dari bank konvensional. Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan SDM keuangan syariah yang tak hanya berjumlah banyak tapi juga berkualitas.
“Tantangan berat bagi pelaku untuk bisa memenuhi harapan masyarakat karena itu dengan semakin banyak perguruan tinggi membuka keuangan syariah, maka akan membantu SDM perbankan syariah,” tutur Rizqullah. (sumber : zonaekis.com)
Direktur BNI Syariah, Imam Teguh Saptono, menyatakan, BNI Syariah memandang pendidikan ekonomi syariah memang sangat dibutuhkan. Pasalnya dalam dunia praktisi sekarang gap pengadaan SDM di perbankan syariah masih cukup besar, sementara pertumbuhan bank syariah tumbuh dua kali lebih cepat di atas bank konvensional, dengan pertumbuhan 30-40 persen per tahun. (sumber : Republika)
Dari fakta yang disebutkan di atas tentang kebutuhan akan ketersediaannya jumlah sumber daya insan, menuntut untuk dipenuhi bermuara pada satu tugas besar, yaitu partisipasi akitf perguruan tinggi sebagai mesin pencetak utama sumber daya insani yang berkualitas untuk sektor perbankan syariah seperti yang diungkapkan oleh Direktur Bank Muamalat Indonesia, Farouk Abdullah Alwyni, “Lembaga pendidikan berperan penting dalam menciptakan SDM yang bisa mengombinasikan form dan substansi keuangan syariah. Dengan demikian industry keuangan syariah dapat berjalan sesuai dengan prinsip syariah seutuhnya.”
3. Akademisi
Sudah seberapakah para akedimisi dalam mempersiapkan diri menjadi ekonom muslim sejati, yang tidak hanya melangit dengan keharaman ribanya, tapi juga membumi dengan prinsip keadilannya?
Sektor sumber daya terbesar yang ada di perguruan tinggi baik negeri negeri maupun swasta yang sangat memberi warna pada kualitas diri mereka. Penulis merasa, jika ekonom muslim punya masalah di sensitifitas mereka, dan praktisi ada pada inovasi yang kurang, maka akademisi saat ini punya masalah pada keduanya, inovasi, sensitifitas, dan ditambah lagi dengan inisiatif.
Tidak dapat dipungkiri, pendidikan di Indonesia dari dasar hingga tataran perguruan tinggi memiliki kecacatan sistem tersendiri dan ditambah dengan liberalisasi pemikiran yang mendikotomi ilmu dan agama. Seperti yang disampaikan diawal paraghrap. Maka, hal yang bisa kita lakukan untuk akslerasi perbaikan terhadap peradaban bermula dari insan yang ber-ISI, inovatif, sensitif, dan inisiatif.
Inovatif. Akademisi yang berada dalam usia produktif dan bersemangat tinggi harusnya bisa memiliki banyak kreatifitas tidak hanya bersikap ikut-ikutan. Membuat inovasi baru, para akademisi di bidang keuangan syariah melakukan kerjasama dengan teman-teman IPB dengan inovasi pertanian mereka untuk mengoptimalkan pembiayaan melalui perbankan syariah di sektor pertanian petani Indonesia yang saat ini semakin menurun tajam akibat adanya kebijakan PMA.
Sensitif. Memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat agar mereka lebih aware dan peduli dengan meng-upgrade diri untuk benar-benar memahami esensi ekonomi Islam sebagai ilmu maupun sistem. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan pemahaman yang lugas terhadap ekonomi islam.
Inisiatif. Mawas diri untuk tidak selalu puas dengan menjadi seorang akademisi ber-IP tinggi, tapi jadilah seorang akademisi yang selalu bergerak untuk perubahan.
http://www.fimadani.com/tiga-perspektif-sumber-daya-insani-ekonomi-islam/#.TfyrezJ95M0;multiply

Selasa, 21 Juni 2011

Pokok-Pokok Pemikiran Baqr Shadr

  • DISTRIBUSI DALAM ISLAM
Shadr menjelaskan bahwasannya terdapat unsur-unsur dalam sistem distribusi islam. Unsur-unsur tersebut terdiri dari unsur primer berupa kerja dan kebutuhan serta unsur sekunder berupa kepemilikan. Selanjutnya shadr membagi distribusi menjadi 2 bagian : Pertama, distribusi praproduksi yang membahas tinjauan islam terhadap faktor-faktor produksi antara lain faktor utama yang terdiri dari tanah, sumber tanah, sumber tambang, air, sumber yang ada di laut serta faktor turunan berupa kerja dan modal. Kedua distribusi pasca produksi yaitu dengan melihat pendapatan sebagai hasil dari proses produksi.
  • PRODUKSI DALAM ISLAM
Muhammad Baqir shadr merinci berbagai aturan islam berkaitan dengan proses produksi antara lain:
Islam mencabut hak atas tanah dari pemiliknya. Apabila tanah tersebut menganggur, maka negara berhak mengambil alih tanah tersebut.
Islam tidak memperbolehkan negara memberikan alokasi sumber daya alam tertentu kepada seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.
Islam melarang penghasilan yang tidak melalui kerja.
Islam melarang adanya bunga serta menghapus modal pokoknya sehingga modal tersebut akan beralih menjadi modal produktif dalam masyarakat islam.
Islam melarang menghimpun harta dan menariknya dari peredaran serta membekukannya (Shadr, 1991; 620-6270).
Setelah shadr menampilkan secara rinci hukum islam yang berkaitan dengan aktivitas produksi, selanjutnya shadr merangkum pendapat islam tentang produksi dalam 3 bagian :
Pertama aktivitas produksi dalam Islam harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok seluruh masyarakat
Kedua,Produksi publik dalam Islam hendaknya tidak menyebabkan pemborosan.
Ketiga, Islam memberikan hak Prerogatif kepada pemimpin yang adil dalam suatu negara untuk melakukan intervensi dalam bidang produksi. (Shadr 1991 : 653 ).
  • PERAN NEGARA DALAM ISLAM
Menurut Shadr negara hendaknya mengambil dua bentuk dalam menjamin kesejahteraan masyarakat, pertama jaminan sosial yakni negara dituntut membuka peluang atau memberikan kesempatan kerja serta mendorong pada masyarakat agar bersungguh-sungguh dalam melakukan aktivitas ekonomi, namun disisi lain negara juga harus menyadarai bahwa tidak seluruh warga dapat terserap dalam lapangan pekerjaan, maka disinilah konsep jaminan sosial diberlakukan.Kedua, keseimbangan sosial untuk mendukung kerja lainnya Shadr menemukan dua hal, pertama menetapkan aspek legal dalam Islam yang menunjang aktivitas ekonomi yaitu kewajiaban melakukan zakat dengan mengatur mekanisme pelaksanaannya, kedua, menciptakan sektor-sektor publik yang berfungsi dalam mendukung roda perekonomian seperti membentuk lembaga keuangan.

  • Karya-karyanya

Muhammad Baqir Shadr semasa hidupnya telah banyak memberikan kontribusi kepada khasanah intelektual Islam lewat karya-karya baik berupa buku, arrtikel maupun pamflet. Sejauh ini Shadr telah menghasilkan sembilan judul buku yang telah disusun dalam Majmual Shayid Muhammad Baqir Shadr ( Bairut : Dar al Firk ), 32 artikel dan risalah yang meliputi bidang Ushul, Filsafat, Politik, Tafsir serta Ekonomi.
Karya-karya beliau dalam bentuk buku yaitu :
Fadak fi al-Tarikh ( Fadak in History ), 1957
Filsafatuna, 1959
Igtishaduna ( Our Economics ) 1961
Al-Usus al-Mantagiyya lil Istigrta ( The Logical Basis of Institute ) 1972
Al-Fatawa al-Wahida
Durus fi’ilm al-Ushul
Al-Ma’alim al Jadidah lil Ushul
Buhuth fi Sharh al Irwah al Wathqa
Karya-karya Ekonomi
Igtishaduna ( Our economics )
Al-Bank Al-la Ribawi fi Al-Islam
Al-Nazriyah Al-Islamiyah li-Tawzi
http://lvru.blogspot.com/2008/08/pokok-pokok-pemikiran-baqr-shadr.html

Definisi Ekonomi islam

Definisi
Ekonomi islam adalah usaha-usaha yang bertujuan mnciiptakan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya yang langka sesuai dengan maqhasid, tanpa mengekang kebebasan individu secara berlebihan, menimbulkan ketidak seimbangan makro ekonomi dan ekologi, atau melemahkan keluarga dan solidaritas sosial dan jalinan moral dari masyarakat.

Maqashid syariah adalah tujuan dari ekonomi islam.
Yaitu memiliki tujuan mewujudkan kemaslahantan manusia, yang terletak pada perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan kekayaan.
Maqashid berbeda dengan ekonomi konvensional, yaitu dalam maqashid sangaan bedampak signifikan pada keimanan yaitu dampak pada hakikat, kuantitas dan kualitas kebutuhan material dan non-material manusia beserta cara-cara pemuasannya.
Maqashid juga beerfungsi sebagai filter-filter yang mengkontrol self-interest dalam batas social interest. Filter ini menyerang pusat masalah dalam ekonomi konvensional yaitu iklim yang tidak terbatas terhadap sumbeer daya (unlimited wants) dengan cara mengubah perilaku manusia aga selaras dengan tujuan-tujuan yang normatif.

Imam Asy Syalibi membagi maqashid ke dalam 3 bagian, yaitu :

a. dhahuriat
adalah landasan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat terletak pada pemeliharaan lima unsur pokok kehidupan manusia.
Pengabaian terhadap maqashid dhahuriat ini akan menimbulkan kerusakan di muka bumi dan hukuman di akhirat kelak.
Dhahuriat adalah dasar pokok bagi dhahuriat yang lain. Artinya kerusakan pada dhahuriat menyebabkan kerusakan pada maqadish hajiat dan tahsiniat.

b. hajiyat
menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan terhadap lima unsur kehidupan menjadi lebih baik.

c. tahsiniat
menyempurnakan lima unsur pokok kehidupan

• Karakteristik Ekonomi Islam
Sebutan ekonomi islam melahirkan kesan beragam. Bagi sebagian kalangan kata islam memposisikan ekonomi islam pada tempat yang sangat eksklusiv, sehingga menghilangkan nilai kefitrahan sebagai tatanan bagi semua umat manusia ekonomi islam digambarkan sebagai racikan antara ekonomi sosialis dan kapitalis, sehingga ciri yang dimiliki ekonomi islam itu hilang.pada sebenarnya dkonomi islam adalah satu sistem yang mencerminkan fitrah dan ciri khasnya skaligus. Dengan fitrahnya ekonomi islam merupakan suatu sistem yang dapat mewujudkan keadilan ekonomi bagi seluruh umat. Sedangkan ciri khasnya adalah ekonomi islam mampu menjadi atau menunjukan jati diri dengan segala kelebihannya pada setiap sistem yang dimiliki.
Ekonomi rabbani atau tauhid adalah ciri khas ekonomi islam, yaitu memiliki aspek aturan atau sistem yang didasarkan pada keyakinan bahwa semua faktor ekonomi termasuk pada diri manusia pada dasarnya adalah kepunyaan Allah, dan kepadaNya (kepada aturanNya) di kembalikan segala urusan ( intisari dari Ali-Imran : 109 ).
Sebagai ekonomi yang ber-Tuhan maka ekonomi islam meminjam istilah dari ismail Al-Furaqi mempunyai sumber-sember nilai-nilai normatif imperatif, sebagai acuan yang mengikat. Dengan mengakses kepada illahilah, setiap perbuatan manusia mempunyai nilai moral dan ibadah. Setiap tindakan manusia secara harus direfleksikan moral yang baik, secara horizontal maupun vertikal (kepada Allah).
Bagi paham naturalis, sumber ekonomi adalah sumber daya alam yang terpenting. Namun berbeda dengan ekonomi islam yang menjunjung sumberdaya manusia, yang paling ternilai sebagai kuncinya. Al-Quran memposisikan manusia sebagai pusat sirkulasi manfaat ekonomi dari berbagai sumber yang ada ( surat Ibrahim : 32-34 ).
Sekaligus menjadi khalifah dimuka bumi ini yang berkewajiban mengelola sumber daya alam. ( Hud : 61 ).
Karekter ini merupakan derivasi dari karakter umat islam sebagai "Ummatan Wasathan"(umat moderat).

Karakteristik Ekonomi Islam
a. Hubungan Milik
dalam Islam menurut Sadr memiliki 2 konsep kepemilikan yakni kepemilikan pribadi dan kolektif. Kepemilikan Kolektif dibagi lagi menjadi dua sub yakni kepemilikan publik dan negara. Kpemilikan pribadi terbatas pada hak memetik hasil, prioritas, dan hak menghentikan orang lain terhadap penggunaan kepemilikan. Perbedaan kepemilikan publk dan negara terletak pada penggunaan. Sadr menyandarkan hampir seluruh kepercayaannya pada kepemilkan negara karena itu ia menempatkan otoritas lebih besar kepada otoritas negara.

b. Peranan Negara dalam pengalokasian sumber daya dan kesejahteraan publik.
Negara mempunyai kekuasaan sehingga mempunyai tanggungjawab yang besar untuk menciptakan keadilan. Hal ini dapat dilihat pada fungsi negara sebgai berikut:

- distribusi sumberdaya alam kepada individu yang didasarkan pada keinginan dan kepastian untuk bekerja.
- pelaksanaan yang tepat sesuai dengan konstitusi yang sah pada penggunaan sumber daya
- memastikan keseimbangan sosial. Pada akhirnya kekuasaan yang dimiliki negara dipercaya untuk meciptakan kedinamisan yang sesuai menurut situasi zaman yang ada. Sadr memandang bahwa mujtahidun adalah sebuah negara. Maksudnya tiap negara memiliki ahli hukum atau memiliki beberapa dewan penasehat.

c. larangan riba dan pelaksanaan zakat
menurut sadr terbatas pada uang modal. Dan zakat merupakan tugas Negara untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan keseimbangan sosial.
adalah terciptanya keseimbangan sosial dengan tidak mengarah pada keseimbangan standar hidup antara miskin dan kaya.

Karakteristik menurut Umar Chapra :

1. Instrumen Zakat, zakat dalam Islam merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang diperoleh dari seorang muslim yang wajib disalurkan kepada mustahik.

2. Pajak dalam Islam tidak dikenakan kepada muslim hanya dikenakan kepada non muslim dalam bentuk jizyah, kharaj dan ushr. Yang dikenakan kepada seorang muslim hanya pajak perdagangan

3. Bebas variable bunga

4. Orientasi pada maqashidu syariah, yakni pengayaan pada keimanan, jiwa, akal, keturunan, dan kekayaan. Yang selalu menjadi focus dari semua upaya-upaya manusia



• Landasan-Landasan Ekonomi Islam
a. Landasan Aqidah
nilai fundamental islam menjadi landasan dalam berbagai aktivitas termasuk aktivitas ekonomi akidah islam menjadi keyakinan dan sekaligus panduan bagi setiap muslim dalam melangkah sehingga aktivitas duniawi tidak hanya beroreintasi untuk berkarya secara materi, namun juga memiliki nilai tambah berupa kemenangan dan keuntungan (falaah) di akhirat.
Firman Allah :
Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan merka, dan Alah tidak menyukai orang-orang zalim.
(Ali Imran : 57).

b. Landasan Akhlak
ekonomi islam merupakan bagian dari manifestasi akhlak islam dalam bidang ekonomi. Nilai dan kehormatan pada diri seseorang manusia ditentukan oleh kualitas akhlaknya. Akhlak dalam islam merupakan nilai yang strategis dalam eksistensi kehidupan manusia karena akhlak menyangkut aspek multidimensional.
Islam mengajarkan akhlak manusia kepada Allah, lingkungan, sesama manusia, dan semua hal yang kesemuanya itu diatur untuk menciptakan suatu tatanan kehidupan yang lurus dan tertib selaras dengan prinsip-prinsip dasar ajaran agama islam. Akhlak islam dalam bidang ekonomi menyangkut semua demensi dan aktivitas ekonomi sehingga tercapai keselarasan dan kesinambungan pembangunan bagi kesejahteraan umat manusia.
Allah SWT berfirman :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk ( Al-Bayyinah : 7).

Landasan ekonomi islam (syariah), yang meliputi sumber-sumber otentik dalam islam untuk menjadi rujukan dalam pengambilan hukum dan dalil-dalil agama. Landasan syariah meliputi Al-Quran, Sunnah, Ijtihad yang meliputi Qiyas, Mashlahah mursalah, istishan, isthab dan urf. Landasan syariah diatur untuk menjaga kehidupan manusia dari kekacauan pada semua asapek kehidupan baik menyangkut kehidupan individu, sosial, aspek ekonomi, budaya, dan seni.

c. Landasan Adil
mengandung makana bahwa setiap aktivitas ekonomi yang dijalankan tidak terjadi suatu tindakan yang mendholimi orang lain konteks adil ini memiliki dua konteks yaitu konteks individual dan sosial. Menurut konteks individual janganlah aktivitas ekonomi merugikan diri sendiri. Dlam konteks sosial berarti janganlah aktivitas ekonomi mendholimi orang lain.

c. landasan khilafah
bahwa manusia adalah pemimpin yang dipilih oleh Allah SWT yang memgang peranan penting untuk memerintah dalam tata kehidupan masyarakat. Islam menyuruh kita untuk mematuhi pemimpin.

d. Landasan Nubuwwa
percaya bahwa ilmu Allah itu ada dan akan membawa kemaslahatan bagi seluruh umat.

e. Landasan Ma'ad
dalam islam memperbolehkan mengambil keuntungan dalam aktivitas perekonomian. Oleh karenanya salah besar jika orang tidak boleh mengambil keuntungan

4. Prinsip-prinsip ekonomi islam
Menurut Umar Chapra prinsip-prinsip paradigma Islam adalah :

1. Rational Economic Man
Mainstream pemikiran ekonomi Islam sangat konkret dan gamblang dalam mencirikan tingkah laku rational yang bertujuan agar dapat memberdayakan karunia Allah, dengan cara yang dapat menjamin kesejahteraan duniawi individu. Menurut Islam, kekayaan yang dimiliki oleh seseorang akan berpotensi melakukan kesalahan atau membuka peluang pemborosan, keangkuhan dan ketidakadilan. Sedangkan kemiskinan telah dianggap sebagai hal yang tidak disukai karena menimbulkan kekafiran, keputusasaan dan nestapa.

2. Positivisme
Dalam konvensional positivisme adalah kenetralan mutlak antar seluruh tujuan atau bebas dari posisi etika tertentu atau pertimbangan-pertimbangan normative. Sejak seluruh sumberdaya yang dapat dikonsumsi disadari adalh milik tuhan, sedangakn manusia hanyalah pemegang amanah saja, manusia akan bertanggungjawab kepada_Nya atas penggunaan yang sesuai dengan syarat-syarat dan kondisi pemberian amanah.

3. Keadilan

Sumberdaya alam yang merupakan amanah dari Allah kepada Manusia, yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak hendaklah digunakan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Persaudaraan (Broterhood) sebagai tujuan utama dari syariah hanyalah akan menjadi sebuah jargon yang tidak berarti jika saja tidak didukung oleh keadilan dalam pengalokasian dan distribusi sumberdaya yang diberikan oleh Allah.

4. Pareto Optimum
Dalam Islam penggunaan sumberdaya yang paling efisien diartikan dengan maqashid. Setiap perekonomian dianggap telah mencapai efisiensi yang optimum bila telah menggunakan seluruh potensi sumberdaya manusia dan materi yang terbatas untuk mencapai kesejahteraan

5. Peranan Negara
Pentingnya peranan Negara ternyata didukung oleh pernyataan para ulama, misalnya Almawardi, ia telah menyatakan bahwa keberadaan sebuah pemerintahan yang efektif, sangat dibutuhkan untuk mencegah kedzaliman dan pelanggaran. Ibn Taimiyah juga menganggap bahwa Islam dan Negara mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, satu pihak menjalankan perannya tanpa dukungan yang lain. Proses implementasi syariah tidak akan mungkin tanpa adanya Negara yang memerankan peran penting, dan Negara mungkin akan terpuruk kedalam pemerintahan yang tidak adil dan tirani tanpa pengaruh syariah. Karenanya ia menganggap bahwa Negara merupakan sebuah amanah kepentingan public dan sebagai instrument pokok untuk menciptakan keadilan.

Menyangkut sistem ekonomi menurut Islam ada tiga prinsip dasar (Chapra dalam Imamudin Yuliadi. 2000) yaitu Tawhid, Khilafah, dan ‘Adalah. Prinsip Tawhid menjadi landasan utama bagi setiap umat Muslim dalam menjalankan aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi. Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT. Prinsip Tawhid ini pula yang mendasari pemikiran kehidupan Islam yaitu Khilafah (Khalifah) dan ‘Adalah (keadilan).
Khilafah mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan misi hidupnya. Ini berarti bahwa, dengan potensi yang dimiliki, manusia diminta untuk menggunakan sumberdaya yang ada dalam rangka mengaktualisasikan kepen-tingan dirinya dan masyarakat sesuai dengan kemampuan mereka dalam rangka mengabdi kepada Sang Pencipta, Allah SWT.
Prinsip ‘Adalah (keadilan) menurut Chapra merupakan konsep yang tidak terpisahkan dengan Tawhid dan Khilafah, karena prinsip ‘Adalah adalah merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need
fullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).

• KEUNGGULAN EKONOMI SYARIAH
Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun
komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu.
Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang
memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang
ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang
boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu
memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan
dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap
pelaku usaha.
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang
mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak
sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai
produsn,e konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi.
Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus
mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu,
ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat
individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata,
dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan
ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti
"kelebihan". Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.

Sistem Ekonomi Islam
Ekonomi islam diibaratkan sebagai bangunan yang utuh, jadi memiliki tiang yang kokoh untuk menyang dan atap untuk berteduh.
-Tiang dari Ekonomi Islam
Multiple ownership, islam mengakui jenis-jenis kepemilikan yang berharga. Dalam kapitalis menghargai kepemilikan individu, sedang dalam sosialis diakui kepemilikan bersama.
Freedom to act, dalam ekonomi islam setiam manusia memiliki kebebasan untuk bertindak. Bukan dilarang asal sesuai dengan kerangka-kerangka ajaran Islam.
Sosial justice, dalam islam meski harta yang kita dapat adalah usaha kita, namun itu juga ada unsur orang lain di dalamnya oleh karenanya islam memerintahkan kita untuk malakukan zakat.

-Atap Ekonomi Islam
Akhlak dalam ekonomi islam dianalogikan dengan etika dalam beraktivitas ekonomi. Dengan akhlak manusia menjalankan aktivitasnya tidak akan sampai merugikan orang lain dan tetap menjaga sesuai syariat.'plihat pengertian diatas dapat ditari beberapa kesimpulan. Yaitu :
Ekonomi islam sebagai landasan dari rancang bangun ini
Ekonomi islam suatu sistem
Ekonmi islam sebagai atap.
 http://www.facebook.com/topic.php?uid=135547798799&topic=11220

Minggu, 19 Juni 2011

Ketika Umar Hendak Mencium Batu

Terkadang tidak semua persoalan yang kita hadapi dalam kehidupan ini bisa kita pikirkan dan kita pahami, bahkan persoalan itu bisa nampak begitu rumit untuk hal yang sangat sepele sekalipun. Urusan bola saja di negeri ini bisa jadi masalah besar yang tidak bisa diselesaikan bangsa ini sendiri, perlu ‘intervensi’ dan keputusan pihak asing untuk menyelesaikannya. Lantas bisa kita bayangkan untuk urusan-urusan lain yang lebih besar dari bola, siapakah yang meng-‘intervensi’ dan mengambil keputusannya? benar adakah ‘invisible hand’ yang (berusaha) mengatur sendi-sendi kehidupan kita?
‘Campur tangan asing’ ini sebenarnya nampak begitu jelas dari kehidupan kita sehari-hari. Ketika di pagi hari kita sarapan mie yang dibuat dari terigu yang 100% bahannya nya impor misalnya –ini karena kita telah menjadi korban ‘invisible hands’ pemasaran produk hasil pertanian global– yang menggarap kita secara sistematis sejak empat dasawarsa lalu.
Seperti jin yang keberadaannya kita yakini dengan pasti meskipun kita tidak melihatnya, maka ‘invisible hands’ dibidang pemasaran produk-produk dari kapitalisme global tersebut terus bergentayangan mencari mangsa di pasar yang begitu besar-240 juta penduduk negeri ini.
Hasil survey sebuah perusahaan market research internasional yang menggarap negeri ini beberapa tahun lalu meng-confirm hal tersebut di atas. Survey ini antara lain mengungkapkan fakta bahwa pasar-pasar modern di Indonesia mengalami pertumbuhan diatas 30 % per tahun, sementara pasar-pasar tradisionil mengalami penurunan sekitar 8 % per tahun. Bahkan menurut Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), data beberapa tahun lalu pula menunjukkan bahwa setiap tahun di DKI ada 8 pasar tradisional dan 400-an kios yang tutup karena tidak mampu bersaing dengan pertumbuhan berbagai bentuk pasar modern.
Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk memutar balik trend yang tidak berpihak kepada masyarakat luas tersebut? kekuatan apa yang bisa melawannya dengan meaningful?Untuk mulai serius memikirkan hal ini, Dompet Dhuafa pekan depan mengundang saya untuk ikut berbicara di forum diskusi advokasinya dengan tema “Menyoal Perlindungan Usaha Pedagang Kecil”. Apa yang akan saya sampaikan di forum tersebut adalah pemikiran-pemikiran yang sudah saya tulis di situs ini.
Dahulu ketika saya mengambil mata kuliah Enginering Design, ada filosofi tentang design yang menurut saya sangat pas untuk diterapkan dalam ‘mendesign’ solusi bagi perbagai persoalan kehidupan bangsa ini. Filosofi tersebut kurang lebih setelah saya re-frase begini “mencari solusi yang sederhana untuk masalah-masalah yang rumit akan jauh lebih efektif daripada mencari solusi yang rumit untuk masalah yang sederhana”.
Contoh penyelesaian persoalan sepak bola nasional diawal tulisan ini yang sampai melibatkan FIFA untuk menengahinya –menurut saya adalah contoh kedua dari filosofi tersebut– yaitu mencari “solusi yang rumit untuk masalah yang sederhana”.
Sebaliknya menghadirkan solusi-solusi yang ada tuntunannya secara syar’i untuk berbagai persoalan kehidupan kita yang rumit-rumit adalah masuk kategori solusi yang pertama yaitu “solusi yang sederhana untuk masalah-masalah yang rumit”. Mengapa sederhana? karena sudah dijanjikan ke kita bahwa kita tidak akan tersesat selamanya selama kita berpegang pada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Mengatasi persolan yang rumit akan menjadi mudah bila kita merujuk pada ‘contoh soal’ yang telah diselesaikan oleh suri tauladan kita, contoh yang indah untuk ini adalah apa yang dilakukan oleh Umar bin Khattab ketika hendak mencium batu hajar aswat. Dia tahu bahwa hajar aswat adalah batu yang tidak akan dapat mendatangkan mudharat ataupun manfaat–tetapi dia cium pula, mengapa? Sederhana saja alasannya yaitu karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam melakukannya.
"Sesungguhnya aku tahu kamu hanyalah batu, yang tidak bisa mendatangkan bahaya dan tidak juga manfaat, akan tetapi karena aku melihat Abul Qasim Shallallahu 'Alaihi Wasallam mencium mu secara hati hati." (Musnad Ahmad, 263)
Maka untuk persoalan bangsa yang rumit seperti contoh terus merangseknya kekuatan para pemasar global menguasai segala sendi kebutuhan kehidupan kita yang saya uraikan dalam permasalahan pasar tersebut diatas, apa solusi kita? Sederhana saja mengambil contoh yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam–ya membuat pasar untuk umat ini sendiri.
Apakah ini akan cukup untuk melawan kekuatan-kekuatan raksasa yang sudah beberapa dasawarsa menggarap dan menguasai pasar kita? Wa Allahu A’lam, saya juga tidak tahu apakah ini cukup atau tidak –memberi manfaat atau bahkan mudharat– tetapi saya bersikap seperti Umar ketika hendak mencium batu tersebut diatas –yaitu karena Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wassalam melakukannya, insya Allah tidak akan salah bila kita juga melakukannya. Masalah hasil sejauh mana nantinya pasar ini bisa berkembang, itu sudah bukan kapling kita –biarlah Allah yang menentukannya.
Alhamdulillah sejak ide Pasar Madinah pertama kali kita gagas sekitar 7 bulan lalu , kemudian karena benturan kapital, perizinan dlsb. ide tersebut sementara kita scale down menjadi Bazaar Madinah sekitar dua bulan lalu, kini ide-ide tersebut hampir rampung kita selesaikan persiapan fisiknya. Gambar di bawah adalah foto terbaru yang saya ambil sendiri di Bazaar Madinah kemarin 07/04/11.

Insyaallah hari Sabtu tanggal 16/04/2011 sekitar 50-an para calon pedagang di bazaar ini sudah dapat kami undang untuk hadir pada acara pre operation briefing, untuk siap jualan insyaallah 1 Mei 2011 bila tidak ada kendala perijinan dlsb. (mi/an)
http://www.eramuslim.com/syariah/ekonomi-syariah/ketika-umar-hendak-mencium-batu.htm

“Membangun Jiwa Wirausaha syariah Sebagai Pilar Utama Perekonomian Umat” (Repost)

oleh:  Rahma Suci Sentia
“Membangun Jiwa Wirausaha syariah Sebagai Pilar Utama Perekonomian Umat” menjadi tema yang diangkat dalam seminar bulanan MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) di Gedung  BRI kemaren, rabu 15 Juni. Acara yang menghadirkan pembicara  dari pengusaha syariah ini seperti Riyanto sofyan (Pengusaha Sofyan Hotel), Iskandar Zulkarnain  (pengusaha syariah tingkat internasional) ,serta pihak BRI ,Ari Purwandono .
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 Berwirausaha. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kini berwirausaha atau berbisnis menjadi hal yang mesti digiatkan oleh setiap orang jika ingin makmur dan oleh pemerintah jika ingin negaranya maju. Alasannya mudah sekali. Ketika seseorang memilih untuk berwirausaha sama artinya ia bersiap untuk maju secara kontinius dan berada di zona aman sesungguhnya.  Berbeda ketika seseorang hanya  berniat menjadi pekerja atau karyawan saja, mereka justru berada di zona aman yang semu dan menipu serta mereka sulit untuk maju. Mungkin banyak pikiran konvensional yang percaya bahwa menjadi pegawai/pekerja saja cukup menjamin penghidupannya kedepan karena adanya kepastian pendapatan. Untung-untung jikalau berada di posisi yang tidak aman. Akan tetapi, itu adalah pikiran lama dan perlu direvisi. Semakin berkembangnya dunia dengan globalisasinya mengharuskan seseorang tidak hanya hidup dengan ala kadarnya sampai-sampai ia malah tidak bisa berzakat untuk orang lain. Zaman ini mengharuskan orang lebih kaya agar ia dapat bertahan dalam kedinamisannya dunia serta dapat membantu penghidupan masyarakat disekitarnya. Dengan pola pikir konvensional, menjadi kaya hanya bisa dicapai ketika berada diposisi tertinggi dari pegawai orang, misalkan Dirut atu manajer. Sedangkan posisi startegis itu hanya bisa didapatkan segelintir orang saja. Bahkan dari segelintir mereka tersebut saja, sesungguhnya ketika mencapai posisi ini mereka telah berada diposisi tidak aman. Inilah posisi tertinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari itu. Mereka was-was akan posisi yang berlangsung tidak seberapa lama bahkan ada “pihak-pihak nakal “ yang berusaha mempercepat masa kelengseran mereka. Justru hal ini tidak terjadi di wirausaha. Resiko rugi dan untung hanya menjadi bagian dari rutinitas yang wajar dihadapi pengusaha dalam rangka terus menumbuhkan bisnisnya. Tidak ada titik puncak di dalam bisnis yang berujung pada dimishing. Semua tergantung pada pengusaha tersebut. Ketika semakin lihai ia, semakin berinovasi, berniat untuk mengembangkan usahanya maka tidak ada kata the end of business. Inilah zona aman sesungguhnya. Ketika kehidupan menuntut kemampuan finansial dan berzakat alias menolong orang lebih banyak lagi, mereka dengan mudahnya dapat men-create money dengan keahlian mereka.


Menjadi pengusaha bukan lagi sekedar pilihan atau alternatif tapi sebuah keniscayaan. Menurut hasil penelitian Dr. David McCeland dari Harvard University dalam bukunya  The Achieving Society ,suatu negara dapat mencapai kemakmuran dan kesejahteraan jika minimal dari 2% jumlah penduduknya menjadi pengusaha. Berarti Indonesia membutuhkan sekitar lima juta orang dari 230 juta penduduknya untuk menjadi pengusaha. Mirisnya, fakta menunjukkan jumlah pengusaha di Indonesia baru  0.2%. Bandingkan dengan negara maju seperti Amerika dengan jumlah pengusahanya lebih dari 11%, singapura 7,2%, Jepang China lebh dari 7%. Dengan demikian berdasarkan konsep Kiyosaki, ada sekitar 99, 8% penduduk kita yang berada di kuadaran pertama (employee dan self-employed) dan 0, 2% di kuadran kedua ( Business Owner dan Investor).
Kewirausahaan menjadi sesuatu yang  sangat dianjurkan di dalam ajaran agama islam. Di alquran sendiri ada sekitar 370 ayat yang berhubung tentang bisnis. Bandingkan dengan rukun islam seperti puasa yang hanya disinggung 9kali. Rasulullah pun bersabda:

Sebaik-baiknya penghasilan adalah dari pekerjaan seseorang dengan tangannya dan (dari)setiap transaksi perniagaan yang diberkahi. ( HR  Al-thabrani, Shahih al-Jami’- al Shaghir no 1913.)

“ Sembilan dari sepuluh rizki ada dalam perniagaan” ( Dhaif  al-jami’ no 2434). Ini adalah hadist popular namun sanadnya dhaif.)

Baginda rasulullah sendiri pun seorang wirausahawan. Bahkan, beliau lebih lama berprofesi sebagai pengusaha (25 tahun ) dibandingkan sebagai rasul (23 tahun) dan beliau tak henti-hentinya pula menghimbau umatnya untuk menjalankan wirausaha. Apalagi bisnis yang dilakukan berjamaah. Rasulullah bersabda: “berdua lebih baik kdaripada sendiri. Bertiga lebih baik daripada berdua. Berempat lebih baik daripada bertiga. Hendaklah kamu sekalian berjamaah karena sesungguhnya tangan Allah bersama orang yang berjamaah” ( HR Ibnu Asakir dari Abu Hurairah ra)
To be Continued….

http://www.facebook.com/notes/rahma-suci-sentia/membangun-jiwa-wirausaha-syariah-sebagai-pilar-utama-perekonomian-umat/10150221152331877

Who, What & Why : Agar Pasar Terasa Luas Untuk Kita

Ketika anak saya yang pertama lahir sekitar 20 tahun lalu, saya tidak bersama istri saya yang memilih melahirkan anak pertama di kampung halaman. Saya baru mengetahuinya setelah semuanya selesai dua hari kemudian. Ini karena anak pertama saya lahir di hari libur dan keluarga di kampung baru bisa menghubungi saya via telepon ke kantor setelah kantor buka. Saat itu di rumah-rumah kita tidak ada telepon—dan itu tidak masalah. Peristiwa-peristiwa penting seperti kelahiran anak-pun berlalu dengan kabar yang telat–juga tidak masalah. Kini —hanya dalam dua dasawarsa— situasi itu sudah sangat berbeda, bahkan berangkat ke masjid pun —untuk sholat jamaah yang hanya sekitar lima menit— kita tidak mau handphone ketinggalan di rumah/kantor. Seolah ada yang lebih penting—yang harus bisa menghubungi kita kapan saja dan di mana saja. Mengapa ini terjadi?
Inilah hasil kerjaan para pemasar ulung di industri telekomunikasi selluler, secara bersama-sama mereka telah berhasil menciptakan suatu kebutuhan yang seolah begitu pentingnya —yang tidak bisa dipisahkan dari kita— yaitu kebutuhan untuk selalu bisa ditelepon/menelpon atau mengirim/menerima pesan pendek. Akibat dari ‘kebutuhan yang nampak begitu penting’ ini, terbangunlah sebuah pasar yang sangat besar di industri telekomunikasi selluler. Baik yang sifatnya hardware, software sampai industri-industri penunjangnya seperti industri content, industri periklanan dan lain sebagainya.
Adalah prestasi tersendiri bagi para pemasar untuk bisa membangun pasarnya sendiri dan tidak berebut dengan sejumlah pesaing yang menggarap pasar yang sama. Dan ini harus dilakukan terus menerus agar penguasaan pasar tetap kepegang. Di pasar telekomunikasi selluler yang baru terbangun oleh seluruh komponentnya dalam dua dasarawarsa terakhir tersebut, kini juga mulai jenuh. Hal ini terbaca dari persaingan yang ‘berdarah-darah’ diantara pemain, terbaca dari iklan-iklan mereka, terbaca dari struktur tariff mereka dan lain sebagainya.
Membangun pasar tidak harus dalam skala besar seperti industri telekomunikasi selluler tersebut di atas, di pasar yang sangat kecil sekalipun—bila kita sendirian di situ, maka bisa menjadi peluang besar untuk kita tumbuh. Dalam memperkenalkan Dinar misalnya, kita tidak merasa bersaing dengan siapapun karena ada celah pasar yang sejatinya kecil–tetapi bisa kita bangun menjadi peluang besar bagi kita sendiri.
Saya tidak bersaing dengan sesama toko emas karena produk kita berbeda, karakter pasarnya-pun berbeda —bahkan kita tidak merasa perlu untuk exist di pusat-pusat perdagangan emas di Jakarta seperti Cikini dan Melawai— karena pembeli Dinar tidak perlu datang ke Cikini atau Melawai. Kita tidak bersaing dengan bank, bursa saham, asuransi dan lain sebagainya karena produk yang kita tawarkan jelas berbeda dengan mereka —produk yang kita tawarkan value-nya ada di bendanya sendiri (intrinsic)— bukan pada institusinya.
Lantas bagaimana kita menemukan peluang pasar yang unique ini? Ada pendekatan yang mudah diingat untuk ini yaitu pendekatan WWW, bukan World Wide Web seperti umumnya kita kenal–tetapi pendekatan Who, What and Why.
Untuk mudahnya dipahami, sekali lagi saya ambilkan case-study di GeraiDinar.
Who : siapa yang menjadi target pasar kita? kita mendefinisikannya sebagai muslim menengah keatas yang memiliki excess fund untuk tabungan jangka panjang. Mengapa muslim? karena non-muslim tidak memiliki sentiment value terhadap Dinar—meskipun mereka ada yang membeli tetapi bukan target pasar kita. Mengapa menengah keatas yang memiliki excess fund untuk tabungan jangka panjang? karena fungsi proteksi nilai dari Dinar lebih terasa manfaatnya untuk kebutuhan jangka panjang seperti biaya sekolah anak, dana pensiun dlsb.

What : Apa produknya? kita tidak membuat produk ini sendiri, kita percayakan pada ahlinya dibidang ini yaitu Unit Logam Mulia dari PT. Aneka Tambang, TBK. Menyerahkan produk pada ahlinya ini memudahkan kita memperkenalkan produk ini ke khalayak.

Why : mengapa orang membeli Dinar dari kita? macam-macam alasannya, ada yang memindahkan uangnya dari deposito ke Dinar karena kebutuhan akan proteksi nilai lebih bisa dipenuhi di Dinar. Ada yang membeli karena harga buy back kita yang sangat tinggi karena kita jaga consistent 4% dibawah harga jual, pembeli kategori alasan kedua ini bahkan tetap membeli ketika harga kita tinggi—ya karena berarti kita juga menghargai tinggi terhadap Dinar yang telah mereka beli sebelumnya. Ada pula yang membeli karena sajian data harga kita yang selalu up-to-date, sehingga orang bisa mengikuti dari menit ke menit arah nilai tabungannya dan tahu persis berapa nilainya bila hendak dijual kembali.
Pembeli dengan alasan ketiga inilah yang akhirnya membentuk suatu ‘kebutuhan’ tersendiri—yaitu kebutuhan akan informasi harga yang harus selalu bisa diakses secara up-to-date. Melalui pemantauan mereka ini pula kami mendapatkan response bila dalam beberapa menit saja server kami down—bahkan ketika hari libur sekalipun.
Paduan dari tiga kombinasi who, what and why yang bersifat unique inilah yang membuat pasar kita berbeda dari pasar orang lain. Salah satu atau dua dari W-nya bisa sama yaitu misalnya Who dan What-nya, tetapi bila W yang ketiga berbeda—maka kita masih akan menghasilkan pasar yang berb eda dari yang dimiliki orang lain. Ilustrasi di bawah ini akan memudahkan kita membangun pasar yang unique ini.

Who What Why
Dengan exercise Who, What and Why ini, Andapun bisa membangun pasar Anda sendiri, tidak perlu segeda pasar telekomunikasi selluler seperti dalam ilustrasi tersebut diatas; betapapun kecilnya—bila Anda sendirian didalamnya, maka pasar Anda akan terasa luas tidak ada habis-habisnya. Insyaallah.
http://www.eramuslim.com/syariah/ekonomi-syariah/who-what-why-agar-pasar-terasa-luas-untuk-kita.htm

Keluar Dari Lingkaran Riba : Sulit Tetapi Harus Terus Diupayakan


Ketika Fatwa MUI no 1 tahun 2004 tentang bunga bank riba dikeluarkan, saat itu saya masih aktif sebagai salah satu eksekutif di perusahaan yang berhubungan langsung dengan fatwa ini. Sebelum adanya fatwa ini keharaman bunga bank memang masih banyak diperdebatkan, organisasi masa Islam yang besar-besar pun saat itu belum menyatakan bahwa bunga bank adalah riba. Tetapi setelah adanya fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa —Majelis Ulama Insonesia— yang mewakili seluruh elemen penting umat Islam negeri ini—maka menurut saya sudah tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan, tinggal tantangannya adalah bagaimana kita bisa mengikuti fatwa para ulama ini dengan mencari solusinya.
Karena isi dari fatwa tersebut di atas tidak hanya terbatas pada produk-produk perbankan tetapi juga menyangkut seluruh produk-produk institusi keuangan lainnya, lantas bagaimana para eksekutif dan karyawan perbankan serta industri keuangan lainnya merespon fatwa ini? Secara umum saat itu saya berusaha memetakannya kedalam empat kelompok yang merespon-nya secara berbeda.

Kelompok pertama adalah kelompok yang tidak tahu atau tidak mau tahu tentang adanya fatwa tersebut di atas —bagi kelompok ini, ada atau tidak adanya fatwa riba ini tidak berpengaruh sama sekali terhadap pekerjaannya hingga kini. Kelompok yang kedua adalah kelompok yang tahu ada fatwa ini— tetapi mereka merasa ‘lebih tahu’ tentang haram tidaknya bunga bank—maka bagi kelompok yang kedua ini fatwa di atas juga tidak berpengaruh pada pekerjaannya.
Kelompok yang ketiga adalah kelompok yang menerima fatwa tersebut dan berusaha mentaatinya—hanya tidak atau belum tahu harus bagaimana. Kelompok yang keempat adalah kelompok yang menerima fatwa tersebut dan mulai membuat rencana-rencana bagaimana menjauhi riba dalam kehidupan modern yang bentuk-bentuk ribanya sudah sangat sophisticated ini. Untuk kelompok ketiga dan keempat inilah tulisan ini saya buat, mudah-mudahan bermanfaat.
Pasca keluarnya fatwa tersebut di atas, saya juga berusaha memetakan lebih jauh lagi seperti apa sesungguhnya riba yang mengepung kehidupan kita sehari-hari ini—bukan hanya mengepung para eksekutif dan pekerja di perbankan dan industri keuangan lainnya, tetapi mengepung seluruh masyarakat pekerja. Kepungan riba atau saya sebut sebagai lingkaran riba ini dapat dilihat pada ilustrasi dibawah ini. Lingkaran merah adalah ribanya, sedangkan garis-garis putih adalah celah-celah dimana kita bisa (berusaha) keluar dari lingkaran riba ini. Anda bisa perhatikan bahwa celah ini begitu kecil untuk menunjukkan betapa susahnya keluar dari lingkaran riba itu sekarang.

Lingkaran Riba
Melihat betapa sulitnya kita keluar dari lingkaran riba di jaman ini, maka sangat bisa jadi jaman ini adalah jaman yang sudah dikabarkan ke kita oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam melalui haditsnya :
“Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada seorangpun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya.” (HR Ibnu Majah, HR Sunan Abu Dawud, HR. al-Nasa’i dari Abu Hurairah)
Untuk menggambarkan betapa riba tersebut telah mengepung Anda, berikut adalah situasinya :
  • Bila Anda bekerja di perusahaan atau instansi apapun kini, hampir dapat dipastikan perusahaan atau instansi Anda menaruh sebagian besar dananya di bank konvensional dalam bentuk rekening koran, deposito dlsb. Bunga kemudian mengalir ke rekening ini—dan sampai pula ke gaji Anda, tunjangan, bonus dlsb.
  • Selain gaji, sebagai karyawan Anda juga memperoleh jaminan kesehatan, dana pensiun, jaminan perlindungan kecelakaan kerja dlsb. Dimana dana-dana ini dikelola? lagi-lagi mayoritasnya adalah di industri keuangan konvensional yang terkena fatwa riba tersebut di atas.
  • Darimana Anda bisa tahu bahwa sebagian besar perusahaan atau instansi menggunakan bank dan industri keuangan konvensional untuk menaruh atau mengelola uangnya? Anda bisa tahu dari pangsa pasar bank dan industri keuangan syariah yang masih sangat kecil dibandingkan dengan yang konvensional. Artinya mayoritas perusahaan dan instansi masih menggunakan yang konvensional ketimbang yang syariah —tujuh tahun lebih sejak keluarnya fatwa riba tersebut di atas!
Terlepas dari adanya kritik sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa bank dan industri keuangan syariah-pun belum sepenuhnya syar’i, saya condong untuk mengajurkan penggunaan yang sudah berusaha menuju yang syar’i ini ketimbang yang terang-terangan tidak menghiraukan fatwa riba ini.
Untuk bank konvensional yang infrastruktur teknologi dan layanannya sudah jauh lebih unggul yang dalam realitasnya sudah banyak memberi manfaat untuk kepentingan transfer dana dlsb. Bisa saja bank-bank seperti ini tetap digunakan tetapi produk-produk ribawinya harus dihilangkan. Rekening koran misalnya tidak usah diberi bunga, tetapi gantinya diberikan dalam bentuk layanan yang sebaik-baiknya—karena masyarakat yang sadar keharaman bunga bank tidak membutuhkan bunga tetapi membutuhkan layanan yang baik. Produk semacam deposito misalnya, tidak perlu lagi digunakan karena kalau ada kelebihan dana—diputar di bisnis yang riil insyaAllah sudah akan lebih baik daripada sekedar ditaruh di deposito.
Untuk produk-produk asuransi, dana pensiun, jaminan kesehatan , jaminan kecelakaan kerja dlsb. menurut saya harus ada perlindungan konsumen muslim secara maksimal, jangan sampai pemenuhan kebutuhan hajat hidup orang banyak ini dipenuhi atau dikelola secara ribawi. Bayangkan misalnya ada keluarga Anda jatuh sakit, tetapi kemudian dirawat oleh perusahaan dengan jaminan asuransi yang dikelola secara ribawi (berdasarkan fatwa tersebut di atas)—do’a orang sakit yang seharusnya terkabulkan menjadi tidak terkabulkan karena pengaruh riba yang bisa jadi tidak Anda sadari.
Begitu pula ketika Anda berangkat pensiun, sudah seharusnya pada usia ini Anda berusaha mendekat kepada Sang Maha Pencipta. Tetapi tanpa Anda sadari, dana pensiun yang Anda gunakan sebagai bekal sebagiannya berasal dari riba yang terbawa oleh pengelolaan dana pensiun yang juga belum menghiraukan fatwa riba tersebut di atas.
Solusi bank syariah, asuransi syariah, dana pensiun syariah dlsb. bisa terus disempurnakan dan diupayakan untuk menjadi solusi yang bener-bener syar’i; namun solusi syar’i yang paling luas aplikasinya dan sesuai tuntunan yang sesungguhnya adalah menggalakkan perdagangan atau jual beli dan sedekah. Di dalam Al-Quran, ‘lawan’ dari riba hanyalah jual beli dan sedekah; maka inilah yang seharusnya digalakkan di masyarakat dan diajarkan sejak anak-anak. Anak-anak lebih baik diajari berdagang dan bersedekah ketimbang diajari menabung.

“… Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqoroh [2] : 275)
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah…” (QS Al-Baqoroh [2] : 276)
Tetapi jual beli-pun mudah sekali terjatuh pada riba bila tidak mengikuti ketentuan syariat jual beli, inilah sebabnya mengapa Umar bin Khattab ketika menjadi muhtasib (pengawas pasar) sering mengingatkan masyarakatnya untuk tidak berjualan dipasarnya bila tidak memahami syariat jual beli. Salah satu dari upaya konkrit untuk menumbuhkan keahlian dan kesempatan bagi masyarakat untuk bisa berjual beli secara syar’i ini kami wujudkan dalam bentuk antara lain berdirinya Al-Tijaarah Institute yang hadir bersamaan dengan Bazaar Madinah, lha wong untuk menumbuh suburkan yang riba saja ada institut-institut-nya kok masak kita tidak membangun kekuatan yang minimal sama untuk melawannya! InsyaAllah...

http://www.eramuslim.com/syariah/ekonomi-syariah/keluar-dari-lingkaran-riba-sulit-tetapi-harus-terus-diupayakan.htm

PEMIKIRAN EKONOMI AL GHAZALI (405 – 505 H)


Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi al-Ghazali lahir di Tus, sebuah kota kecil di khurasan, Iran, pada tahun 450 H. Dalam hal ekonomi, pemikirannya berdasarkan pada pendekatan tasawuf karena pada masanya, orang-orang kaya, berkuasa, dan syarat prestise sulit menerima pendekatan fiqih dan filosofis dalam mempercayai Hari Pembalasan. Pemikiran sosio-ekonomi Al Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut “ Fungsi Kesejahteraan Sosial Islam”. Menurut Al Ghazali, kesejahteraan dari suatu masyarakat tergantung pada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan, yaitu agama, hidup atau jiwa, keluarga atau keturunan, harta atau kekayaan, dan intelek atau akal.
Selanjutnya ia mengidentifikasi tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan aktivitas ekonomi, yaitu, pertama, untuk mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan; kedua, untuk mensejahterakan keluarga; ketiga, membantu orang lain yang membutuhkan.

A. Pemikiran Ekonomi
1.  Pertukaran Sukarela dan Evolusi Pasar
Al Ghazali menyuguhkan pembahasan terperinci tentang peranan dan signifikansi aktivitas perdagangan yang dilakukan dengan sukarela serta proses timbulnya pasar yang berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran untuk menentukan harga dan laba.  Selain itu Al Ghazali juga berpendapat bahwa “mutualisme” dalam pertukaran ekonomi, yang mengharuskan spesialisasi pembagian kerja menurut daerah dan sumber daya.
Al Ghazali juga mengemukakan pemikiran mengenai interaksi permintaan dan penawaran. Ia mengatakan, harga yang timbul dari interaksi permintaan dan penawaran adalah al-tsaman al-adil  (harga yang adil) atau equilibrium price. Selain itu, Al Ghazali juga mengemukakan mengenai etika pasar. Ia melarang keras aktivitas penimbunan dan iklan palsu.
2. Aktivitas Produksi
Dalam pemikirann mengenai aktivitas produksi, Al Ghazali membagi aktivitas produksi ke dalam tiga bagian, yaitu :
  1. Industri dasar, yaitu industri yang menjaga kelangsungan hidup manusia. Kelompok ini terdiri dari empat jenis aktivitas, yaitu agrikultur, tekstil, konstruksi, dan aktivitas Negara
  2. Aktivitas penyokong, yaitu aktivitas yang bersifat tambahan bagi industri dasar, seperti industry baja dan eksplorasi
  3. Aktivitas komplementer, yaitu yang berkaitan dengan industry besar seperti penggilingan dan pembakaran produk-produk agrikultur
3. Barter dan Evolusi Uang
Secara umum, Al Ghazali menjelaskan secara komprehensif mengenai permasalahan dalam barter. Beberapa permasalahan barter menurutnya adalah :
  1. Kurang memiliki angka penyebut yang sama
  2. Barang tidak dapat dibagi-bagi
  3. Keharusan adanya dua keinginan yang sama
Lalu secara khusus, Al Ghazali membahas mengenai uang sebagi alat tukar, yaitu dinar dirham. Menurutnya uang akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu pertukaran. Namun Al Ghazali juga membahas mengenai permasalahan mengenai uang, yaitu terkait penimbunan uang dan mengubah bantuk uang ke dalam bentuk lain. Untuk permasalahan ini, Al Ghazali mengutuk keras, terhadap pelakunya. Selain itu dia juga mengecam, pencampuran uang dinar dan dirham dengan logam lain yang bernilai rendah, karena hal ini dapat mengurangi nilai uang.

TEORI NILAI TUKAR DALAM ISLAM

Kebijakan nilai tukar uang dalam islam menggunakan sistem “Managed Floating”, nilai tukar merupakan kebijakan pemerintah namun pemerintah tidak mencampuri keseimbangan yang terjadi di pasar kecuali terjadi hal-hal yang mengganggu keseimbangan itu sendiri.
Perubahan harga di dalam negeri disebabkan fluktuasi mata uang, penyebabknya dibedakan menjadi 2 (dua):
1.        Natural exchange rate fluctuation, fluktuasi nilai tukar uang disebabkan adanya perubahan-perubahan pada aggregate supply dan aggregate demand.
2.        Human error exchange rate fluctuation, fluktuasi nilai tukar yang disebabkan karena perilaku manusia seperti korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang yang terlalu tinggi, dan pencetakan uang berlebihan dengan tujuan mencari untung banyak.
Sedangkan, perubahan harga di luar negeri dapat disebabkan 2 (dua) hal:
1.        Non-engineered/non-manipulated changes, perubahan yang terjadi tidak disebabkan adanya manipulasi (yang merugikan) oleh pihak-pihak tertentu.
Unsterilized intervention à menambah jumlah mata uang dalam negeri dengan mencetak
Sterilized intervention à menambah jumlah mata uang dalam negeri dengan menjual aset lain.
2.        Engineered/manipulated changes, perubahan ini disebabkan adanya manipulasi yang dilakukan pihak-pihak tertentu untuk merugikan pihak lainnya.
-       Ikhtikar, melakukan penimbunan mata uang dan dilepaskan ketika nilai tukarnya melemah.
-       Ba’i najasy, dengan adanya forward transaction yang dikombinasikan dengan margin trading.